Mitos : Asal Usul Ikan Sakti Sungai Janiah Baso Sumatera Barat
Saya pikir cuma sedikit tempat terjadinya cerita legenda yang masih bisa dikunjungi. Beruntung saya karena sungai janiah dekat dari rumah, kampung halaman kedua orang tua di Bukittinggi – Sumbar sana. Tempat yang bernama Sungai Janiah itu adalah sebuah kolam. Merangkap nama sebuah jorong (kampung) dalam Kanagarian Tabek Panjang – Kecamatan Baso, Bukittinggi. Di kolam itu hidup ratusan ikan warna merah dan abu-abu.
Sampai sekarang tidak jelas jenis mereka.Penduduk cuma menamainya sebagai Ikan sakti. Disinilah awal cerita legenda ikan sakti sungai janiah yang terkenal itu bermula. Asal Muasal Legenda Ikan Sakti Sungai Janiah Bukan karena bisa hidup di darat mengapa ikan tersebut dinamai demikian. Ikan-ikan yang panjangnya sekitar 50 CM itu dipercaya berasal dari manusia dan Jin. Karena itu hingga sekarang tak seorangpun berani mencoba memakannya.
Kalaupun nekat memakan legenda ikan sakti sungai janiah ini siap-siap saja kutukan yang menanti: Akan sakit sampai dijemput maut.
Kisahnya :
Kisahnya berawal dari perseteruan antara jin dan manusia. Suatu masa ketika rakyat Minangkabau kian berkembang biak, gunung Marapi sebagai tempat asal nenek moyang sudah tidak memadai lagi untuk dijadikan tempat tinggal. Mereka membutuhkan wilayah baru.
Maka suatu hari berangkatlah 22 rombongan menuruni Marapi, menyisir lembah, menginap dalam gua sempit sampai akhirnya bertemu daerah yang cocok dibuka sebagai kampung baru. Daerah itu tak jauh dari Bukit Batanjua. Sayangnya wilayah tersebut sudah ditempati jin. Maga agar bisa hidup berdampingan dengan damai mereka membuat kesepakatan. Isi kesepakatan Manusia dan Jin: Jika manusia membutuhkan kayu untuk membangun rumah, serpihan pertama dari tebangan kayu harus dilemparkan kemana kayu akan direbahkan.
Itu sebagai isyarat bagi bangsa jin agar menghindar dari tempat tersebut. Namun manusia ada yang gegabah. Suatu hari saat menebang mereka melupakan kesepatakan yang telah dibuat. Akibatnya beberapa anak jin celaka karena tertimpa kayu. Tentu saja perbuatan melanggar sumpah ini membuat marah ninik mamak para jin.
Sejak itu mereka memusuhi manusia. Kemudian terkisah sepasang suami istri yang suatu hari pergi ke ladang dengan meninggalkan anak balita mereka di rumah. Saat kembali mereka terkejut karena sudah tak mendapat sang buah hati. Walau sudah dicari kemana-mana, anak tersebut tak kunjung bersua. Pada malam ke-3, ibunda si bayi bernama yang bernama Banun bermimpi bahwa anaknya berada di bawah urat kayu yang tumbuh dalam genangan air yang cukup besar. Untuk menemukan anak tersebut dia harus membawa beras sangrai dan nasi kuning.
Besoknya dengan membawa syarat yang ditentukan Bu Banun mencari kolam jernih yang mengalir ke sungai yang persis terdapat dalam mimpinya. Tempat itu ternyata di Sungai Janiah (sungai jernih) sekarang. Namun malangnya yang ditemui ditempat itu hanyalah dua ekor anak ikan. Yang seekor jelas ujudnya kerena penjelmaan dari anak Bu Banun.
Yang seekor lagi bayangannya samar karena jelmaan anak jin. Setelah membaca kisah diatas dalam buku foto kopian yang ditulis oleh H.A. Yang Basa, saya jadi bertanya sendiri? Mengapa anak jin ikut menjelma jadi ikan? Kalaulah jin yang merubah ujud anak Bu Banun jadi ikan, mengapa mereka juga merubah ujud anaknya sendiri? Bukankankah yang melanggar sumpah adalah manusia? Atau mungkinkah anak jin yang celaka karena himpitan kayu itu berubah jadi ikan, terus anak Bu Banun dijadikan ikan pula untuk menemaninya?
Karakter dari Ikan Sakti:
1. Kalau dipegang baunya amis seperti bangkai
2. Makanannya adalah apa saja yang dimakan manusia
3. Kalau sakit akan diobati nasi kuning yang sudah dibacakan mantera
4. Kalau mati akan dikuburkan
5. Siapa saja yang memakannya akan menderita seumur hidup
Mata Air di Bukit Batanjua
Air kolam tempat tinggal ikan sakti berasal dari mata air yang datang dari Bukit Batanjua. Ditempatnya yang asli, diatas bukit, mata air ini dipercaya mampu mengobati berbagai macam penyakit. Selain itu sering juga digunakan untuk mendapat keturunan.
Kalau saat mengambilnya terlihat gelang itu pertanda akan mendapat anak perempuan. Tapi kalau keris yang terlihat akan mendapat anak lelaki. Karena itu mengambilnya harus bijak, air yang memancar dari sela-sela batu hanya boleh diambil menggunakan gayung yang terbuat dari batok kelapa.
Sungai Janiah di Nagari Tabek Panjang, Kecamatan Baso, Agam sudah lama terkenal memiliki legenda ikan sati atau ikan sakti. Di lokasi yang terletak 3,5 km dari sebuah simpang sebelum Pasar Baso di tepi jalan raya Bukittinggi-Payakumbuh atau 30 Km dari Batu Nan Limo, kini dijadikan objek wisata. Sungai Janiah bukanlah sebuah sungai berair jernih, tapi hanya sebuah kolam ikan di belakang sebuah mesjid yang airnya tidak jernih.
Para pengunjung ke sana hanya datang untuk melihat ikan-ikan yang meliuk berenang kian-kemari. Penduduk di sana tidak ada yang tahu jenis ikan yang rata-rata panjangnya setengah meter hingga yang kecil 10 cm. Ikan-ikan tersebut berwarna gelap, berbadan ramping dan panjang.
Orang-orang di sana hanya tahu ikan-ikan tersebut sakti dan sudah ada sejak zaman dulu. Penduduk sekitar memiliki legenda bahwa nenek moyang ikan di sana berasal dari seorang anak perempuan.
Setidaknya ada dua versi cerita legenda tentang ikan Sungai Janiah. Versi pertama di kutip dari buku sederhana karangan Ketua Seksi Pariwisata C. Panggulu Basa yang banyak dijual di kedai-kedai kecil di objek wisata Sungai Janiah. Versi kedua menurut tokoh Sungai Janiah, Muchtar Tuanku Sampono.
Versi Buku C. Panggulu Basa
Asal mula ikan yang ada di Sungai Janiah dari penjelmaan anak manusia dan anak jin yang telah dikutuk oleh Tuhan, karena kedua makhluk yang berlainan alam ini telah melanggar janji yang telah mereka sepakati.
Alkisah, penduduk Nagari Tabek Panjang di Kecamatan Baso ini berasal dari puncak gunung Merapi. Karena persediaan air di Gunung Merapi semakin terbatas, maka timbullah ide mencari hunian baru di bawah Gunung Merapi. Maka diutuslah Sutan Basa untuk mencarai lokasi baru itu, Sutan Basa menemukan kawasan yang memiliki Sungai dan air mancur yang sangat jernih. Tapi daerah itu telah ditempati oleh bangsa jin, maka Sutan Basa menyampaikan keinginannya kepada jin tinggal dikawasan itu bersama kelompoknya.
Maka diadakanlah kesepakatan antar kepala suku masing-masing, bahwa boleh tinggal di daerah itu, asalkan kalau anak kemenakan dari Datuak Rajo Nando mamak dari Sutan Basa menebang pohon agar membuang serpihan dan sisa kayu ke arah rebahnya pohon. Kalau kesepakatan ini dilanggar, maka keturunan dari keduanya akan memakan kerak-kerak lumut, tempatnya tidak diudara tidak juga di daratan.
Setelah sepakat tinggallah kaum tersebut di Sungai Janiah. Suatu waktu ada keinginan untuk membangun gedung pertemuan atau balairung untuk tempat berkumpul. Maka ditugasilah oleh Sutan Basa sekelompok irang untuk mencari kayu sebagai tonggak tuo. Maka pergilah mereka ke hutan. Karena begitu senang bercampur lelah, mereka langsung menebang pohon yang mereka nilai cocok, tapi mereka lupa akan janji yang telah disepakati oleh kepala suku. Karena tidak mengindahkan janji tersebut maka hasil tebangan pohon tersebut mengenai anak- anak jin. Kejadian ini membuat marah keluarga jin, mereka menurunkan batu-batu dari Bukit Batanjua yang ada di sekitar sungai tersebut, yang menyebabkan gempa.
Keadaan ini menyebabkan hubungan tidak harmonis antara keduanya. Suatu waktu Datuak Rajo Nando dan istrinya pergi membersihkan ladang tebu mereka dengan meninggalkan anak perempuan mereka berusia 8 bulan. Setelah pulang dari ladang, tidak ditemui anak tersebut. Maka seluruh orang kampung diperintah mencari anak hilang tersebut, sampai larut malam seluruh usaha seakan sia-sia.
Malam hari istri Datuak Rajo Nando bermimpi agar memanggil anaknya di Sungai Janiah dengan cara membawa beras dan padi dan memanggil anaknya seperti memanggil ayam. Esok siang dilakukanlah seperti di mimpinya. Setelah dipanggil datanglah dua ekor ikan yang satu tampak jelas dan yang satu lagi tampak samar. Maka ikan yang tampak jelas itu adalah anak Datuak Rajo Nando dan satunya lagi adalah anak jin. Hal ini terjadi karena keduanya melanggar janji, sehingga termakan sumpah.
Versi Muchtar Tuanku Sampono
Muchtar Tuanku Sampono yang berusia 96 tahun, tokoh masyarakat Sungai Janiah mengatakan, ikan di Sungai Janiah ini tidak sakti. Ikan tersebut berasal dari anak yang hilang. Malam harinya ibu anak tersebut bermimpi agar dibuat nasi kunyit (nasi kuning) dan dipanggil anaknya di Sungai Janiah.
Sejak dulu tidak ada yang berani memakan ikan di Sungai Janiah ini, karena mereka enggan saja karena sepertinya memakan manusianya saja, bahkan Belanda dan Jepang tidak berani menjamah ikan ini,
Menurut Tuanku Sampono tidak ada yang tahu jenis dan nama ikan tersebut. Ikan seperti ikan gariang, namun kata orang Jambi ikan ini sejenis ikan Kalari. Seperti yang dikatakan oleh Tuanku Sampono ikan-ikan tersebut sejak dulu tidak terlihat anak-anak ikannya.
Apakah cerita-cerita rakyat itu benar atau tidak? Yang jelas legenda Sungai Janiah mendatangkan berkah bagi penduduk sekitar dengan banyaknya orang berkunjung setiap hari.
Kearifan Lokal
Cerita ikan sakti dan mata air di Bukit Batanjua, saya pikir, merupakan salah satu usaha dari nenek moyang agar kita arif menghadapi alam. Kalau lah ikan-ikan dalam sungai janiah tak dilindungi cerita mistis, pasti mereka sudah lama punah. Begitu pula mata air yang kalau diambil sembarangan pasti akan keruh yang berdampak terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan di bawahnya.
Post a Comment