Mbah Jawer Penguasa Bendungan Jatiluhur
Waduk
Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur,
Kabupaten Purwakarta,
Provinsi Jawa Barat.
Bendungan Jatiluhur adalah bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan itu
dinamakan oleh pemerintah Ir.
H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan
ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh
kontraktor asal Perancis,
dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar m3 / tahun dan
merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia.
Bukan
sesuatu yang aneh apabila dalam membangun sebuah proyek yang besar dibutuhkan
dana dan tenaga manusia yang banyak. Dengan luas 8.300 ha mengakibatkan puluhan
desa dan beberapa kecamatan yang dulunya termasuk dalam wilayah Purwakarta
harus di gusur, belum lagi ditambah pula beberapa bukit – bukit di sekitar nya
pun harus di ratakan.
Menurut
cerita warga sekitar, saat pembangunannya banyak menelan korban jiwa. Maka bukanlah
hal yang aneh apabila Waduk Jatiluhur ini juga memiliki sebuah mitos yang
sangat terkenal, yaitu Mbah Jawer. Lantas siapakah Mbah Jawer yang
disebut-sebut penguasa Waduk Jatiluhur itu?
Dikisahkan
jauh-jauh hari sebelum Waduk Jatiluhur dibangun, pada waktu itu ada sebuah
keluarga yang bermukim di daerah aliran sungai Citarum yang tengah menunggu
kelahiran anaknya. Setelah menunggu sekian lama akhirnya anak yang di tunggu –
tunggu pun lahir juga.
Suara
tangisan jabang bayi yang baru saja lahir memecah kesunyian. Sang ibu begitu
bersuka cita, dia bersyukur bayi yang setelah sembilan bulan dikandungnya lahir
dengan selamat. Demikian juga dengan sang ayah, dia tak henti-hentinya
memamerkan senyum. Namun keduanya terkesiap ketika untuk pertama kalinya mereka
melihat sang jabang bayi. Di dahi bocah mungil itu, tumbuh jengger
(Bahasa Sunda: Jawer) seperti yang biasa tumbuh di dahi ayam!
Karena
malu jika memiliki anak yang ber-jawer sang ayah pun kebingungan, lalu si ayah
pergi menemui orang pintar di daerah itu. Sang ayah bertanya pada orang pintar
itu perihal putranya yang memiliki jawer. Menurut orang pintar itu bahwa jika
si anak di pelihara maka daerah itu akan menjadi kota besar namun jika di buang
maka daerah itu akan tergenang air atau tenggelam
Mereka
merasa malu. Mereka kemudian berpikir daripada terus-menerus menanggung malu,
suami istri itu sepakat mengambil keputusan yang tak berperikemanusiaan yaitu
membuang sang bayi!
Pada
sebuah subuh, keduanya mengendap-endap menghampiri sugai Citarum. Sang ayah
menggendong bayi yang direbahkan pada sebuah keranjang, sementara sang ibu
membuntutinya dari belakang. Tiba di tepi sungai Citarum, pasangan itu
menangis. Batin mereka berkecamuk. Rasa sedih, berdosa, malu, haru, takut, dan
perasaan lainnya, campur aduk menjadi satu. Namun keduanya tetap keukeuh dengan
pendirian mereka, membuang sang buah hati.
Pelan-pelan
sang ayah menuruni sungai, dan menghanyutkan jabang bayi tanpa dosa yang ada di
dalam keranjang. Aliran Sungai Citarum terus menghanyutkan dan
mengombang-ambing bayi yang memiliki jawer itu. Semakin menjauh, menjauh, dan
menjauh hingga tak lagi terlihat ditelan subuh yang masih gelap dan menggigil.
Anak
yang dibuangnya tersebut kemudian diambil oleh dedemit penguasa Citarum,
kemudian diasuh dan dipelihara. Tidak ada data yang bisa menunjukkan apakah
bayi tersebut dalam keadaan hidup atau sudah meninggal, yang pasti bayi
tersebut dipercaya merupakan sosok Mbah Jawer si penguasa Waduk Jatiluhur.
Memang Waduk Jatiluhur tidak bisa lepas dari sungai Citarum.
Pada
tahun awal-awal Waduk Jatiluhur terdapat pantangan (larangan) untuk melalui
air, sehingga warga sekitar memilih menggunakan transportasi darat yang
jaraknya lebih jauh. Dipercaya oleh warga sekitar bahwa Mbah Jawer merasa
sangat sakit hati lantaran dibuang oleh kedua orang tuanya, sehingga dia
melampiaskan dendamnya terhadap warga yang berasal dari desa dimana orang
tuanya berasal. Jika warga ada yang melanggar pantangan tersebut maka dipercaya
perahu yang digunakannya akan tenggelam.
Seiringnya
waktu dan modernisasi, pantangan tersebut mulai hilang. Warga-warga mulai bebas
wara-wiri di Waduk Jatiluhur, meskipun sudah tidak ada pantangan lagi namun
setiap tahunnya selalu ada korban yang tenggelam di Waduk Jatiluhur.
Kepercayaan warga sekitar adalah itu ulah dari Mbah Jawer, bahkan setiap korban
yang tenggelam tidak dapat ditemukan oleh tim SAR sehingga harus menunggu jasad
tersebut naik ke permukaan air dalam 3-5 hari kemudian.
Hasil
penelusuran horor-cerita.blogspot.com ada beberapa warga yang mengaku
pernah melihat sosok Mbah Jawer. Tak dapat dikonfirmasi apakah benar-benar
melihat sosok Mbah Jawer, dikarenakan data yang sangat minim dan susahnya
menelusuri narasumber.
Entah
apakah gangguan yang terjadi di Waduk Jatiluhur merupakan ulah dan eksistensi
Mbah Jawer, yang pasti sosok Mbah Jawer sudah sangat terkenal mendampingi nama
Waduk Jatiluhur sebagai Waduk terbesar di Indonesia.
Setidaknya
dari mitos ini, kita bisa belajar bahwa anak yang merupakan titipin dari Tuhan
Yang Maha Esa haruslah kita jaga dan rawat sebaik-baiknya.
--------------------------------------------------------Sumber : berbagai sumber dengan perubahan.
Penulis & editor : Richie Imani
---------------------------------------------------------
Punya pengalaman mistis? kirimkan cerita mistis kamu ke richieimani1.ri@gmail.com dan jangan lupa untuk menyertakan identitas diri yang lengkap ya supaya bisa dimasukkan dalam credit diakhir cerita!
Post a Comment