Kost Paviliun
Beliau sangat senang, dan beliau bilang kalo serasa ada teman dan aku sudah dianggap sebagai anak perempuannya. Sebulan tinggal di paviliun itu aku mulai merasa nyaman apalagi ibu Ana nama pemilik paviliun itu sangat baik. Setiap hari dia mengantar makanan untuk ku, dan setiap pulang kuliah dia selalu memberikan aku makan yang dimasaknya. Aku sempat merasa tidak enak dengan perlakuan baiknya, tapi beliau bilang jangan sungkan.
Selama satu bulan aku tinggal disitu, aku mulai merasakan ada sesuatu hal yang aku sembunyikan dari bu ana yaitu jika malam tiba di paviliun itu sering terdengar suara seorang perempuan menangis, kadang bersenandung, dan kadang tertawa. Awalnya aku pikir mungkin itu suara bu ana atau tetangganya, tapi anehnya kenapa selalu ditengah malam. Tapi setelah sebulan misteri itu sedikit demi sedikit terungkap, kadang tidak sengaja aku sering melihat silhouet perempuan dibalik gorden. Ketika gordennya aku buka, tidak ada siapapun atau suara seseorang yang sedang mandi.
Beberapa kali aku memergoki, gayung dan alat mandi berserakan. Ini sangat aneh, mungkin kalo awalnya hanya suara-suara saja tapi sekarang penampakan. Jujur aku tidak takut waktu itu, karena aku belum tau ini hantu atau binatang, atau mungkin orang. Sampai suatu malam, ketika aku sedang menonton tv dikamar.
Tiba-tiba aku mendengar suara orang berjalan di paviliun, spontan aku melihat ke arah jendela dan terlihat silhouet orang yang mondar-mandir. Aku berdiri dari tempat duduk dan langsung memanggil sosok itu. “Bu, ibu ana nyari apa bu?” aku langsung membuka pintu paviliun itu tapi tidak ada siapapun dan hanya angin yang berhembus saja.
Aku dikejutkan oleh seorang perempuan yang entah dari mana datangnya, dia sudah duduk dikursi teras. Terlihat dia tampak lusuh dengan rambut berantakan dan mukanya sangat putih, bibirnya terlihat membiru dan dia mengenakan kain putih yang menjuntai. Seperti baju yang tidak mempunyai pola, aku langsung menghampiri dan bertanya.
“Maaf cari siapa ya?” tiba-tiba perempuan itu melihatku, wajah perempuan itu sangat mirip sekali denganku. Matanya berwarna putih, hanya putih saja lalu dia bergerak dari kursi dan astaga jalannya merangkak dengan gemeretak tulang yang beradu. Membuat gigiku linu dan jantungku berdegup cepat, aku hanya berdiri mematung saja.
Perempuan itu mulai mendekatiku, merangkak dan tangannya yang dingin menyentuh kakiku. Aku tidak bisa bergeming, badanku mulai bergetar dan tanpa terasa air mataku meluncur. Perlahan aku menarik kaki dari cengkraman tangannya, tapi cengkramannya cukup kuat. Aku mengumpulkan tenaga sekuat mungkin lalu aku menariknya dan dalam ketegangan itu tiba-tiba seketika perempuan itu menangis seperti ada rasa sakit dalam dirinya.
Dia berteriak-teriak seperti tidak ikhlas, dan tiba-tiba dia menghilang. Ibu ana keluar dari dalam rumah, tatapannya sangat sedih seakan ada sebuah cerita. Ibu ana berlari memeluk aku dan aku pun mulai menangis lalu ibu ana mulai menenangkanku sampai menyuruhku untuk masuk dan tidur. Akhirnya terpecahkan juga misteri itu, ibu ana memulai ceritanya.
Dulu ibu ana mempunyai seorang anak perempuan, namun anak perempuan satu-satunya itu harus meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya. Ibu ana tidak terima, dia sempat stres dan depresi sampai akhirnya dia memilih untuk tinggal sendiri dibandung. Paviliun yang sekarang ini aku tempati adalah tempat dimana anaknya ibu ana dirawat.
Mungkin arwahnya marah karena perhatian ibunya kini tertuju padaku. Walaupun demikian, dikala malam tiba terkadang aku masih mendengar suara tangisan dan jeritan. Tapi karena aku sudah tau siapa dia, sampai saat ini hal tersebut sudah menjadi biasa.
Post a Comment